Selasa, 05 Juli 2011

Sejarah Sistem Nilai Tukar Dunia

A.  NILAI TUKAR
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Dalam sistim pertukaran dinyatakan oleh yang pernyataan besaran jumlah unit yaitu "mata uang" (atau "harga mata uang" atau "sarian mata uang") yang dapat dibeli dari 1 penggalan "unit mata uang" (disebut pula sebagai "dasar mata uang"). sebagai contoh, dalam penggalan disebutkan bahwa kurs EUR-USD adalah 1,4320 (1,4320 USD per EUR) yang berarti bahwa penggalan mata uang adalah dalam USD dengan penggunaan penggalan nilai dasar tukar mata uang adalah EUR
Sistem nilai tukar
Sistim nilai tukar mata uang bebas-apung merupakan nilai tukar yang dibolehkan untuk berbeda terhadap yang lain dan mata uang ditentukan berdasarkan kekuatan-kekuatan pasar atas dari penawaran dan permintaan nilai tukar mata uang akan cenderung berubah hampir selalu seperti yang akan dikutip pada papan pasar keuangan, terutama oleh bank-bank di seluruh dunia sedangkan dalam penggunaan sistem pasak nilai tukar mata uang atau merupakan nilai tukar tetap dengan ketentuan berlakunya devaluasi dari nilai mata uang berdasarkan sistem Bretton Woods.

Nominal nyata dan nilai tukar

  • Nominal kurs pertukaran harga dalam mata uang asing dari satu penggalan dari ke mata uang lokal.
  • Nominal nyata atau real exchange rate ( RER ) dinyatakan sebagai RER = e \left(\frac{P}{P^f} \right), Dimana Pf adalah tingkat harga luar negeri dan P dengan tingkat harga domistik, P dan Pf harus memiliki nilai yang sama dalam beberapa acak pilihan dengan dasar tahun. Oleh karena itu, dasar tahun adalah RER = e.
RER sebenarnya hanya ada pada teori ideal. Dalam praktik, terdapat banyak mata uang asing dan harga ke tingkat nilai yang dipertimbangkan. bersamaan dengan ini, model perhitungan semakin menjadi lebih rumit. Selain itu, model ini didasarkan pada purchasing power parity (PPP) yang dapat berarti sebuah konstan dari RER. secara empiris dalam penentuan nilai konstan RER tidak akan bisa disadari, karena keterbatasan pada data. dalam PPP akan menyiratkan bahwa RER adalah tingkat di mana suatu organisasi dapat memperdagangkan barang dan jasa dari satuan ekonomi (misalnya negara) untuk orang perorang yang lain. Misalnya, jika harga yang meningkat 10% di Inggrisdan pada mata uang Jepang akan sekaligus menghargai 10% terhadap mata uang Inggris serta harga barang akan tetap konstan untuk seseorang di Jepang. Sedangkan bagi orang di Inggris masih akan tetap berkaitan dengan kenaikan harga 10% di dalam negerinya. Ini juga menyebutkan bahwa harga atau nilai dasar tarif yang ditetapkan pemerintah dapat merupakan ikutan dalam memengaruhi nilai tukar, untuk membantu untuk mengurangi tekanan harga. PPP akan terus muncul hanya dalam jangka panjang (3-5 tahun), ketika harga akhir menjadi sama terhadap paritas daya beli
Terdapat pendekatan baru dalam rancangan RER yang mempekerjakan penggalan set variabel ekonomi makro dikenal sebagai produktivitas relatif serta tingkat bunga nyata yang diferensial.
N R_i = (R R_i + 1)(Harapan \ inflasi + 1) - 1

Nilai tukar bilateral berlawanan dengan nilai tukar efektif

Nilai tukar bilateral adalah melibatkan pasangan mata uang, sedangkan nilai tukar efektif adalah rata-rata dari kelompok mata uang asing dan dapat dilihat sebagai sebuah ukuran keseluruhan dari daya saing terhadap luar negeri sedangkan dalam sebuah penggatan nominal efektif dalam nilai tukar atau nominal effective exchange rate (NEER) adalah bobot yang berbalik dengan bobot asimptotik perdagangan. sebuah penggatan dalam realitas efektif nilai tukar real effective exchange rate (REER) penyesuaian nominal efektif dalam nilai tukar atau nominal effective exchange rate (NEER) oleh asing sesuai dengan tingkat harga dan deflasi oleh harga negara asal, berbanding dengan NEER dengan bobot produk domestik bruto (PDB) (gross domestic product (GDP) atau gross domestic income (GDI)) nilai tukar efektif mungkin lebih tepat bila dilihat dari fenomena investasi global.

Ketidakstabilan nilai tukar

Ketidakstabilan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dari waktu ke waktu menyebabkan ketidakstabilan harga saham. Kondisi ini cenderung menimbulkan keragu-raguan bagi investor, sehingga kinerja bursa efek menjadi menurun. Hal ini dapat dilihat dari harga sekuritas atau harga saham yang sedang terjadi, baik indeks harga saham sektoral maupun Indeks Harga Saham Gabungan

Fluktuasi dalam nilai tukar

Nilai tukar yang berdasarkan pada kekuatan pasar akan selalu berubah disetiap kali nilai-nilai salah satu dari dua komponen mata uang berubah. Sebuah mata uang akan cenderung menjadi lebih berharga bila permintaan menjadi lebih besar dari pasokan yang tersedia. nilai akan menjadi berkurang bila permintaan kurang dari suplai yang tersedia.
Peningkatan permintaan terhadap mata uang adalah yang terbaik karena denganmeningkatnya permintaan untuk transaksi uang, atau mungkin adanya peningkatan permintaan uang yang spekulatif. Transaksi permintaan uang akan sangat berhubungan dengan tingkat aktivitas bisnis negara berkaitan, produk domestik bruto (PDB) (gross domestic product (GDP) atau gross domestic income (GDI)) , dan tingkat permintaan pekerja. Semakin tinggi tingkat menganggur pada suatu negara akan semakin sedikit masyarakatnya yang secara keseluruhan akan dapat menghabiskan uang pada belanja pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa dan Bank Sentral, di Indonesia dalam hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia biasanya akan sedikit kesulitan dalam melakukan penyesuaian pasokan uang yang dalam persediaan untuk mengakomodasi perubahan dalam permintaan uang berkaitan dengan transaksi bisnis.
Dalam mengatasi permintaan uang dengan tujuan untuk spekulatif, Bank Sentral akan sangat sulit untuk mengakomodasinya akan tetapi akan selalu mencoba untuk melakukan dengan melakukan penyesuaian tingkat suku bunga agar seseorang Investor dapat memilih untuk membeli kembali mata uangnya bila (yaitu suku bunga) cukup tinggi, akan tetapi, dengan semakin tinggi sebuah negara menaikan suku bunganya maka kebutuhan untuk mata uangnya akan semakin besar pula. Dalam hal perlakuan tindakan spekulasi terhadap realitas mata uang akan berkaitan dan dapat menghambat pada pertumbuhan perekonomian negara serta para pelaku spekulasi akan terus, terutama sejak mata uang secara sengaja dibuat agar bisa dalam bawah tekanan terhadap mata uang dalam rangka untuk memaksa agar Bank Sentral dapat menjual mata uangnya untuk tetap membuat stabilitas (bila hal ini terjadi maka para spekulan akan berusaha dapat membeli kembali mata uang tersebut dari bank dan pada harga yang lebih rendah atau selalu akan dekat dengan posisi harapan dengan demikian pengambilan keuntungan terjadi).
B.  GOLD STANDARD
Pada sekitar tahun 1790an Inggris mengalami sebuah kerugian besar-besaran karena kekurangan uang logam perak dan dihentikannya percetakan uang logam emas yang lebih besar. Lalu dikeluarkanlah "token" uang logam perak dan memukul telak uang logam asing. Dengan berakhirnya Perang Napoleonic, Inggris mulai melakukan program besar-besaran mengembalikan uang logam yang menciptakan kekuasaan tertinggi standar emas dan mensirkulasikan mahkota, setengah mahkota, dan secepatnya juga mengeluarkan uang logam ¼  sen pada tahun 1821. Pada tahun 1833, uang kertas dari Bank of England notes dibuat menjadi alat pembayaran yang sah, dan penebusan dari bank-bank lain sangat mengecilkan hati. Pada tahun 1844 didirikanlah  Bank Charter Act yang uang kertas keluaran Bank of England, berlapis penuh emas, yang merupakan standar yang sah. Sehubungan dengan interpretasi yang keras pada stadar mata uang emas, tahun 1844 ini ditandai sebagai berdirinya standar penuh mata uang emas untuk uang Inggris.
Terbentuknya standar emas internasional
Ketika Jerman menjadi sebuah negara bersatu mengikuti perang Franco-Prussian (19 Juli 1870 – 10 Mei 1871), hal itu menjadi tonggak berdirinya dan mempertegas nilainya emas. Kebanyakan negara lain mengikutinya dengan cepat. Emas menjadi dapat diangkut, digunakan secara universal dan merupakan unit penilaian yang stabil. Ekonomi dunia yang dominan saat itu berada di Inggris , yang telah memiliki ikatan yang sudah berdiri lama pada standar emas.
Tujuan utama dari entah sistem uang pemerintahan yang menurut sejarah telah ada untuk menyediakan seigniorage, atau laba pembuatan uang, bagi pemimpin pemerintahan dalam rangka menyediakan mereka kekuatan pembelian umum selama masa genting, khususnya pemimpin-pemimpin menggunakan tampuk pimpinan mereka untuk membatasi dan oleh sebab itu tidak dapat menaikan pajak untuk mengeksekusi pembelaan ikatan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup negara mereka.
Standar emas menggantikan standar uang logam emas pada abad 17-19 di Barat sebagai  perang pembelaan tertentu  yang diperluas kepada standar uang logam emas yang sudah tidak lagi layak fungsinya.  Sejarah yang sama menaikkan standar sebuah emas di Cina sejak abad ke 9 hingga awal abad ke 17.
Tanggal-tanggal pengadopsian standar emas
  1. 1717: United Kingdom pada £1 setara 113 grains (satuan berat) (7.32 g) dari emas murni.
  2. 1818: Netherlands pada 1 guilder setara 0.60561 g gold.
  3. 1834: United States de facto pada 20.67 dolar setara 1 troy oz (31.1 g) emas
  4. 1854: Portugal pada 1000 réis setara 1.62585 g emas.
  5. 1871: Germany pada 2790 Goldmarks setara1 kg emas.
  6. 1871: Japan pada 1 yen setara 1.5 g emas.
  7. 1873: Kesatuan Keuangan Latin (Belgium, Italy, Switzerland, France) pada 31 francs to 9.0 g gold
  8. 1875: Kesatuan Keuangan Scandinavian: (Denmark, Norway and Sweden) pada 2480 kroner setara 1 kg emas.
  9. 1876: Perancis secara internal.
  10. 1876: Spain pada 31 pesetas setara 9.0 g emas.
  11. 1878: Finland pada 31 marks setara 9.0 g emas.
  12. 1879: Austria (lihat uang jenis  florin Austria dan Mahkota Austria).
  13. 1881: Argentina pada 1 peso setara 1.4516 g emas.
  14. 1893: Russia pada 31 roubles setara 24.0 g emas.
  15. 1897: Japan pada 1 yen kehilangan nilai setara dengan 0.75 g emas.
  16. 1898: India (lihat mata uang rupee India).
  17. 1900: United States de jure.
Sepanjang dekade 1870an sebelum Perang Sipil yang mengalami deflasi dan kemuraman perekonomian dimana menciptakan permintaan secara berkala untuk mata uang perak. Bagaimanapun juga,  usaha untuk memperkenalkan mata uang tersebut secara umum telah gagal, dan meneruskan tekanan umum terhadap standar emas. Pada tahun 1879, hanya uang logam emas yang diterima melalui Kesatuan Keuangan Latin, yang disusun oleh Perancis, Italia, Belgia, Switzerland dan kemudian Yunani, meskipun secara teori, perak adalah alat putar dalam sirkulasi uang.
Sejarah pertukaran/perdagangan mata uang dapat dikatakan setua uang itu sendiri dan baru mendapat perhatian yang serius oleh banyak negara pada dekade terakhir ini. Kalau di tinjau pada dekade standar emas (1880 – pecahnya PD I), pada masa tersebut uang dijamin oleh emas murni yang merupakan standar negara tersebut. Defisit neraca pembayaran akan ditutup dengan transfer emas, hingga mengakibatkan money supply menurun dan harga di luar negeri seakan naik, sehingga hal ini akan meningkatkan ekspor sampai defisit hilang, demikian sebaliknya. Dengan demikian, nilai mata uang relatif stabil.
Sampai PD I, standarisasi emas memungkinkan tercapainya tingkat koreksi yang tinggi terhadap neraca pembayaran. Tetapi, tidak demikian pada saat peperangan, kemungkinan besar karena tumbuhnya serikat-serikat perdagangan dan perusahaan-perusahaan besar, adanya jaminan upah dan harga sehingga tidak mudah menurunkan kecenderungan tersebut, yang berdampak berkurangnya lapangan pekerjaan. Karena membengkaknya pengangguran pada awal 1930-an, standarisasi emas tidak dipakai lagi.
Setelah perang dunia selesai dan depresi ekonomi dunia pada tahun 1930 – an, dunia menginginkan suatu stabilitas ekonomi yang lebih baik. Sehingga Pada tanggal 22 Juli 1944, atas prakarsa dari Amerika Serikat, diadakan suatu konferensi Moneter Internasional yang dikenal dengan : “The Bretton Woods Conference“, yang dihadiri 44 negara. Usulan yang diajukan oleh delegasi Amerika Serikat (White Plan) menyusun rencana-rencana dasar yang disetujui.
Dalam konferensi tersebut, diciptakan suatu system pertukaran mata uang tetap yang disebut dengan “Fixed Exchange Rate System“, yang mempunyai beberapa persamaan dengan standar emas, dimana memuat ketentuan :
  1. Tiap negara menetapkan nilai tukarnya terhadap mata uang USD;
  2. Amerika menetapkan nilai USD terhadap emas (USD 35/ounce);
  3. Amerika akan menjual emas dengan harga tetap kepada pemegang resmi dari mata uang USD;
  4. Perubahan nilai tukar mata uang terhadap USD tidak boleh melebihi 1%, bila terpaksa bisa sampai max 10%.
Sejak saat itu negara – negara di dunia serta Amerika mulai tumbuh dengan pesat dan dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan lembaga moneter internasional & Bank Dunia yang kita kenal saat ini dengan IMF (International Monetary Fund) dan Word Bank, untuk mengawasi system tersebut.

C.    THE INTERWAR AND WORLD WAR II 1914 – 1943
Sebagaimana terjadi pada perang-perang besar sebelumnya dibawah standar emas, pemerintahan Inggris menggantungkan nilai tukar uang kertas dari Bank of England pada emas, di tahun 1914 untuk membiayai operasi militer dalam perang dunia pertama. Pada akhir peperangan, Inggris berada pada seri peraturan kesanggupan nilai tukar, yang meng-kurs-kan Permintaan Uang Postal dan Surat-surat Perbendaharaan Negara, yang mana berbeda dari  Surat-surat Perbendaharaan Negara Amerika Serikat. Pemerintahan Amerika mengambil ukuran yang sama. Setalah perang, Jerman yang banyak kehilangan emasnya dalam perampasan, tidak sanggup lagi untuk meneruskan percetakan uang logam "Reichsmarks" dan beralih pada nilai tukar uang kertas, meskipun Republik Weimar kemudian memperkenalkan "rentenmark" dan kemudian membuat sisi uang logam yang seluruhnya berlapis emas dalam usahanya untuk mengontrol hiperinflasi.
Seperti telah terjadi setelah perang-perang besar sebelumnya, Inggris kembali pada standar emas di tahun 1925, yang agak enggan dilakukan oleh Winston Churchill. Meskipun sebuah harga emas yang lebih tinggi dan inflasi yang signifikan mengikuti penundaan masa perang, Churchill tetap mengikuti tradisi dengan melanjutkan pembayaran konvesi pada harga emas sebelum masa perang. Selama lima tahun sebelumnya sampai pada tahun 1925 harga emas diatur menurun sampai pada tingkat seperti sebelum masa perang, menyebabkan deflasi pada seluruh negara-negara dari Kerajaan Inggris dan Commonwealth yang menggunakan mata uang Pound Sterling. Namun kenaikan pada permintaan akan emas untuk pembayaran nilai tukar yang mengikuti pembukaan lagi negara Eropa dari tahun 1925 sampai pada 1928 menghasilkan kenaikan lebih jauh pada permintaan relatif akan emas  hingga barang-barang dan oleh sebab itu kebutuhan akan harga barang-barang yang lebih murah dikarenakan harga tetap pada nilai tukar dari uang terhadap barang-barang. Dalam rangka menarik emas, Inggris perlu untuk menaikan nilai dari investasi pada aset domestiknya. Mereka perlu menaikan permintaan akan mata uang poundnya. Dengan melakukan hal ini, Inggris telah menarik emas dari kekuatan mata uang Amerika, yang menurunkan pengadaan uang Amerika juga menekankan kedudukan ekonomi Inggris sendiri. Karena harga-harga ini mengalami penurunan dan efek penurunannya dapat diprediksikan, pemerintah Inggris akhirnya meninggalkan standar tersebut pada 20 September 1931.  Swedia juga meninggalkan standar emas pada Oktober 1931l dan negara-negara Eropa lainnya mengikuti. Bahkan pemerintahan Amerika Serikat, yang memiliki hampir seluruh emas di dunia  ($175 juta yang mengalir pada Amerika ditahun 1929 dan $280 juta pada tahun 1930) berpindah untuk membantali pengaruh dari Depresi Terbesar dengan menaikkan harga resmi emas (dari sekitar $20 menjadi $35 per ons) dan untuk itulah pada hakekatnya menaikan keseimbangan tingkat harga pada sekitar tahun 1933-1934.
D.  BRETTON WOODS
Setelah perang dunia kedua, sebuah sistem yang sama pada standar emas didirikan oleh perjanjian Bretton Wood. Dibawah sistem ini, banyak negara-negara yang memiliki nilai harga emas relatif tetap menukar uangnya pada dollar Amerika. Amerika berjanji untuk menetapkan harga emasnya pada $35 per ons secara implisit, lalu semua mata uang memancangkan pada dollar juga memiliki nilai tetap dalam artian emas. Dibawah pemerintahan President Perancis, Charles de Gaulle sampai tahun 1970, Perancis menurunkan cadangan dollarnya, memperdagangkan mereka untuk emas dari pemerintahan Amerika, hal itu telah mengurangi pengaruh luar negri pada ekonomi. Hal ini, sejalan dengan ketegangan pengeluaran keuangan dari Lyndon Johnson's Great Society dan perang Vietnam, telah mengantar President Richard Nixon untuk menyingkirkan harga tetap emas pada tahun 1971 yang menyebankan hancurnya sistem tersebut.
Bretton Woods adalah kota kecil di Negara Bagian New Hampshire, Amerika Serikat, di dekat White Mountain National Forrest.
Pada 1 Juli22 Juli 1944 di kota ini, di Hotel Mount Washington diselenggarakan sebuah konferensi yang dihadiri oleh 730 delegasi dari 44 negara. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan tentang aturan, institusi, dan prosedur sistem moneter internasional, yang kemudian melahirkan Bank Dunia dan IMF.
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.
Peran ketiga institusi Bretton Woods telah menjadi kontroversi bagi banyak pihak sejak periode Perang Dingin. Para kritikus menganggap bahwa para pembuat kebijakan di IMF secara sengaja mendukung diktator militer kapitalis yang bersikap bersahabat dengan perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa. Mereka juga menganggap IMF tidak perduli terhadap demokrasi, hak asasi manusia dan hak-hak buruh. Kritik-kritik ini juga secara tidak langsung mendorong timbulnya gerakan anti-globalisasi. Sebagian yang lain beranggapan IMF tidak mempunyai power yang cukup untuk mendemokratisasikan negara yang berdaulat, dan juga tidak mempunyai power untuk mendukung stabilitas finansial. Mereka yang mendukung IMF berpendapat bahwa kestabilan ekonomi diperlukan sebelum adanya demokrasi.
Para pakar ekonomi mengkritik pola pemberian bantuan finansial yang selalu disertai "syarat-syarat", termasuk juga Structural Adjustment Programmes. Syarat-syarat ini menurunkan kestabilan sosial, yang juga berarti menghambat tujuan-tujuan IMF. IMF membatasi perekonomian negara dunia berkembang dengan cara menentang pengembangan infrastruktur dan meminta negara yang bersangkutan untuk hidup dengan standar yang rendah.
Kebijakan Nilai Tukar Sistem Bretton Wood Masih Relevan
Hal kedua yang menjadi acuan dalam sistem Bretton Wood adalah diperbolehkannya melakukan perubahan nilai tukar yang telah dipatok secara tetap (peg) apabila terjadi ketidak-seimbangan neraca pembayaran yang sangat besar dan cenderung sulit terkendali.

Meskipun sistem Bretton Wood sudah banyak ditinggalkan sejak tahun 1971, khususnya oleh sebagian besar negara maju, tetapi ada indikasi bahwa sistem Bretton Wood sampai saat ini masih memiliki beberapa "keunggulan" sekalipun tentunya harus diterjemahkan secara hati-hati. Salah satu yang dapat dijadikan "pembuktian" yang memberikan indikasi dari "keunggulan" sistem Bretton Wood adalah keterkaitannya dengan kinerja dalam bentuk beberapa indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Negara-negara besar yang menerapkan sistem Bretton Wood atau fixed exchange rate selama periode 1960 -1972 mengalami tingkat pertumbuhan riil yang cenderung lebih tinggi dibandingkan di saat mereka menerapkan flexible exchange rate atau floating pada periode 1973 1987. Kecenderungan yang sama juga tampak pada indikator tingkat inflasi di mana pada periode 1960 - 1972 tingkat inflasi di negara-negara tersebut ternyata relatif lebih rendah dibandingkan periode 1973 - 1987
Meskipun ada indikasi yang "menguatkan" bahwa dengan sistem fixed exhange rate telah menghasilkan kinerja yang lebih baik, khususnya di sejumlah negara besar, tetapi untuk mengatakan bahwa sistem fixed exchange rate telah menghasilkan kinerja yang lebih baik, khususnya di sejumlah negara besar, tetapi untuk mengatakan bahwa sistem fixed exchange rate adalah sistem yang terbaik masih perlu pembuktian yang lebih akurat. Para pakar yang tertarik terhadap fenomena tersebut memberikan pendapat bahwa kinerja tersebut tidak semata-mata karena keberhasilan sistem nilai tukar saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya baik ekonomi dan nonekonomi. Misalnya pada rezim floating exchange rate (1973 - 1987) terjadi oil price shock selama dua kali, yaitu pada tahun 1974 dan 1982 yang tentunya sangat berpengaruh terhadap kinerja makro ekonomi di negara tersebut (Lihat misalnya, JR Artus and Young, Fixed and Flexible Rate: A Renewal Debate, IMF Staff Paper, December, 1979)
Kembali pada sistem Bretton Wood yang sekalipun ada indikasi yang menunjukkan "keunggulan" tersendiri, kenyataan menunjukkan bahwa sistem tersebut di Amerika Serikat terpaksa diakhiri pada bulan Agustus 1971 oleh Presiden Nixon. Banyak studi yang dilakukan berkaitan dengan "kegagalan" sistem Bretton Wood pada tahun 1971. Pada intinya penyebab yang mendasar adalah semakin membengkaknya defisit neraca pembayaran Amerika Serikat sehingga memerlukan berbagai koreksi. Salah satu bentuk koreksi yang dilakukan dalam pertemuan Smithsonian Institution di Washington yang lebih dikenal sebagai Smithsonian Agreement, di mana negara-negara yang bergabung dalam Kelompok G10 menyepakati kenaikan konversi dollar AS terhadap emas dari 35 dollar AS per ons menjadi 38 dollar atau didevaluasi sebesar kurang lebih sembilan persen. Fenomena tersebut sering disebut sebagai berakhirnya rezim fixed exchange rate versi Bretton Wood (1944 - 1971) kerena sejak tahun 1973 negara-negara maju mulai beralih ke floating exchange rate.

Dominick Salvatore (1990) menjelaskan, untuk kasus negara sedang berkembang di mana keterbukaan ekonominya masih belum besar, penerapan sistem fixed exchange rate lebih relevan. Mengaitkan nilai tukar mata uang dengan standar emas atau gold exchange standard secara absulit masih lebih banyak pengikutnya dibandingkan dengan sistem floating exchange rate. Sebagai ilustrasi dari 151 negara yang telah menjadi anggota IMF pada tahun 1989, 96 di antaranya menganut sistem fixed exchange rate sementara sisanya menganut sistem floating exchange rate.
E.     FIXED EXCHANGE RATES
Perubahan terjadi di Amerika, Pada periode tahun 1960-an, defisit neraca pembayaran Amerika memaksa negara tersebut melepaskan cadangan emasnya sebesar USD 18 billion karena Prancis menukarkan USD-nya dengan emas dan di lanjutkan pada periode tahun 1970-an, amerika kembali harus melepaskan cadangan emasnya sebesar USD 11 billion. Buruknya perekonomian Amerika pada waktu itu menyebabkan masyarakat dunia kurang percaya terhadap USD. Dan di negara yang memiliki mata uang yang kuat karena memiliki cadangan emas yang cukup seperti Swiss dan Jerman, mereka menukarkan USD-nya dengan mata uang mereka yaitu CHF dan MDK. Hal ini menyebabkan hutang jangka pendek yang hampir jatuh tempo di Amerika mencapai hampir dua kali cadangan emasnya.
Sistem Bretton Wood hanya mampu bertahan hampir mencapai 30 tahun, pada tanggal 15 Agustus 1971, Presiden Nixon mengumumkan perubahan system nilai tukar untuk USD dengan membiarkan nilai tukarnya mengambang (Floating Exchange Rate System), hal ini ditegaskan kembali dalam suatu konferensi di Washington pada tanggal 17-18 Desember 1971 (SMITHSONIAN CONFERENCE), dari sinilah lahirnya nilai kurs yang mengambang dan berlaku sampai dengan sekarang.
Setelah Presiden Nixon menetapkan nilai mengambang untuk mata uang USD, banyak negara yang memutuskan untuk mengambangkan nilai tukarnya, seperti : Jerman, Inggris, Belanda, bahkan Jepang dan tahun – tahun berikutnya banyak negara di dunia yang membiarkan nilai uangnya mengambang sesuai dengan mekanisme pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran.
Fixed Exchange Rate, kadang-kadang disebut nilai tukar dipatokan, adalah merupakan jenis rezim nilai tukar dimana nilai mata uang yang cocok dengan nilai mata uang lain tunggal atau ke keranjang mata uang lainnya, atau ke Ukuran nilai, seperti emas.
Fixed Exchange Rate biasanya digunakan untuk menstabilkan nilai mata uang terhadap mata uang itu dipatok. Hal ini membuat perdagangan dan investasi antara kedua negara lebih mudah dan lebih dapat diprediksi, dan sangat berguna untuk ekonomi kecil di mana perdagangan eksternal membentuk sebagian besar dari GDP mereka.

Hal ini juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan inflasi. Namun, sebagai nilai referensi naik dan turun, begitu juga mata uang yang dipatok untuk itu. Selain itu, menurut model Mundell-Fleming, dengan mobilitas modal sempurna, nilai tukar tetap mencegah pemerintah menggunakan kebijakan moneter dalam negeri dalam rangka mencapai stabilitas makroekonomi.
Tidak ada pemain ekonomi utama yang menggunakan kurs tetap (kecuali negara yang menggunakan euro dan yuan China). Mata uang dari negara-negara yang sekarang menggunakan euro masih ada (misalnya untuk obligasi lama). Tingkat mata uang ini tetap sehubungan dengan euro dan satu sama lain. Negeri seperti yang paling terakhir untuk menghentikan kurs tetap mereka adalah Republik Rakyat Cina [rujukan?], Yang melakukannya pada bulan Juli 2005. Namun., Per September 2010, tingkat bunga tetap-tukar yuan China telah meningkat 1,5% dalam 3 bulan terakhir.

F.     DAFTAR PUSTAKA
·         International Finance
·         Business Finance
·         Finance Management
·         Multinational Business Finance
·         http://en.wikipedia.org/wiki/Bretton_Woods_system


Tidak ada komentar:

Posting Komentar